![]() |
Grafis : neumedia.id |
NEUMEDIA.ID,
MADIUN – Wajah Jalan Pahlawan Kota Madiun
telah berubah. Kini, menjadi lebih indah seiring dengan penataan yang telah
dilakukan pemerintah setempat. Destinasi wisata buatan berupa miniatur ikon
wisata luar negeri juga berdiri megah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jalur utama yang kini disebut
Pahlawan Street Center (PSC) itu banyak mengundang decak kagum di tingkat
lokal, regional, nasional, hingga internasional. Namun, di antara glamour-nya
tata kota itu ada sesuatu yang terkesan ditutupi. Apa itu?.
———-
Lahan di ujung timur pertigaan Jalan
Pahlawan – Jalan Semeru nampak rimbun. Pohon besar berdiri menjulang di balik
pagar yang tingginya sekitar 2 meter. Daun dan dahan tanaman perdu yang
merambat menutupi bagian atas pagar.
Tingginya pagar dan rimbunnya bagian
tanaman yang menempel, menutup pandangan mata untuk melihat kondisi di
baliknya. Belum banyak yang tahu, ternyata di lahan itu dulunya berdiri Hotel
Raya.
Kini, bangunan tempat menginap yang
diperkirakan berdiri sejak era Pemerintahan Hindia – Belanda itu tinggal
puing-puing. Saat Neumedia.Id berkunjung ke lokasi itu, kondisinya nampak tidak
terawat. Semak belukar memenuhi lahan layaknya di hutan belantara.
Selain tidak terawat, lokasi ini
beberapa kali digunakan untuk memproduksi konten uji nyali. Sebab, dianggap
memiliki nilai magis yang tinggi.
Kondisi ini kontras dengan titik
lain di sepanjang Jalan Pahlawan yang berdiri tiga mal, Plaza Madiun, Lawu
Plaza, dan Timbul Jaya Plaza. Belum lagi, di seberang lokasi bekas berdirinya
Hotel Raya itu merupakan Rumah Dinas Wali Kota Madiun.
Di tengah keadaan yang bertolak
belakang itu, Nur Eko Subroto, 64 tahun tetap tinggal di kawasan bekas Hotel
Raya. Bersama kedua anaknya, pria yang akrab disapa Mbah Broto itu menghuni
sebuah rumah tua yang mulai lapuk.
Rupanya, Broto memiliki alasan
tersendiri untuk bertahan hidup di rumah warisan dari keluarga besarnya
itu.
“Iki pancen omahku, mas. Mbahku
tibone bapakku. Bapakku wis meninggal, otomatis tibone neng aku sing kebetulan
sing tetep nang Madiun. Adikku gak nang Madiun (Ini memang rumah saya dari
Kakek. Bapakku (selaku pewaris sebelumnya) sudah meninggal, maka otomatis jatuh
kepada saya. Apalagi, adikku tinggal di luar Madiun, Subroto menjelaskan.
Alasan lain yang menguatkan Subroto
karena diberi wasiat dari orang tuanya untuk tetap tinggal di rumah tersebut.
Dengan dasar itu, ia kukuh untuk mempertahankan amanah dari keluarga
besarnya.
Memang, perjuangan Mbah Broto tidak
mudah karena sebagian kalangan menilai rumah tua itu penuh dengan misteri gaib.
Beberapa waktu lalu, ada sejumlah orang dalam kondisi mabuk.
Mereka berteriak sambil
menunjuk-nunjuk tak karuan. Ternyata, pemabuk itu kesurupan makhluk halus.
Selain itu, rumah milik keluarga Mbah Broto disebut tengah bermasalah atau
bersengketa.
Menurut dia, ada beberapa pihak yang
mendatanginya untuk bernegosiasi. Salah satunya berasal dari Malang yang
mengaku sudah membeli tanah bekas Hotel Raya (termasuk yang dihuni Mbah Broto
dan kedua anaknya).
Tidak hanya itu, warga dengan
berseragam TNI lengkap juga sempat mengutarakan niatnya untuk membeli tanah
tersebut. Yang terakhir, ada orang yang mengaku berasal dari Ponorogo yang
mengklaim telah membeli tanah bekas Hotel Raya untuk dibangun rumah dan toko
(ruko)
“Kalau memang mereka punya hak,
silakan gugat ke pengadilan. Saya ahli waris di sini dan ada bukti-buktinya,
ujar Broto. (ofi)